Defenisi Fraud
Secara harafiah fraud didefenisikan sebagai
kecurangan, namun pengertian ini telah dikembangkan lebih lanjut sehingga
mempunyai cakupan yang luas. Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud adalah perbuatan curang (cheating) yang berkaitan
dengan sejumlah uang atau properti.
Berdasarkan
defenisi dari The Institute of
Internal Auditor (“IIA”), yang dimaksud dengan fraud adalah “An array of irregularities and illegal
acts characterized by intentional deception”: sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang
ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja.
Webster’s
New World Dictionary mendefenisikan fraud sebagai suatu pembohongan atau penipuan (deception) yang dilakukan
demi kepentingan pribadi, sementara International
Standards of Auditing seksi 240 – The Auditor’s Responsibility to Consider Fraud in an Audit
of Financial Statement paragraph 6 mendefenisikan fraud sebagai “…tindakan yang disengaja oleh anggota
manajemen perusahaan, pihak yang berperan dalam governance perusahaan, karyawan, atau pihak
ketiga yang melakukan pembohongan atau penipuan untuk memperoleh keuntungan
yang tidak adil atau illegal”.
Tipologi Fraud
Association
of Certified Fraud Examiners (“ACFE”) di Amerika serikat menyusun peta mengenai fraud. Peta ini berbentuk
pohon, dengan cabang dan ranting. Tiga cabang utama dari fraud tree ini adalah Corruption, Asset misappropriation dan fraudulent statement.
Opportunity biasanya muncul sebagai akibat lemahnya
pengendalian inernal di organisasi tersebut. Terbukanya kesempatan ini juga
dapat menggoda individu atau kelompok yang sebelumnya tidak memiliki
motif untk melakukan fraud.
Pressure atau motivasi pada sesorang atau individu akan
memebuat mereka mencari kesempatan melakukan fraud, beberapa contoh pressure dapat timbul karena
masalah keuangan pribadi, Sifat-sifat buruk seperti berjudi, narkoba, berhutang
berlebihan dan tenggat waktu dan target kerja yang tidak realistis.
Rationalization terjadi karena seseorang mencari pembenaran
atas aktifitasnya yang mengandung fraud.
Pada umumnya para pelaku fraud
meyakini atau merasa bahwa tindakannya bukan merupakan suatu kecurangan tetapi
adalah suatu yang memang merupakan haknya, bahkan kadang pelaku merasa telah
berjasa karena telah berbuat banyak untuk organisasi. Dalam beberapa kasus
lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan fraud karena merasa rekan
kerjanya juga melakukan hal yang sama dan tidak menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut.
Gejala Adanya Fraud
Fraud (Kecurangan)
yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan
yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala yang
menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun gejala tersebut adalah:
1. Gejala kecurangan pada manajemen
- Ketidakcocokan
diantara manajemen puncak;
- Moral dan
motivasi karyawan rendah;
- Departemen
akuntansi kekurangan staf;
- Tingkat
komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak konsumen,
pemasok, atau badan otoritas;
- Kekurangan
kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi;
- Penjualan/laba
menurun sementara itu utang dan piutang dagang meningkat;
- Perusahaan
mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama;
- Terdapat
kelebihan persediaan yang signifikan;
- Terdapat
peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.
2. Gejala kecurangan pada
karyawan/pegawai
- Pembuatan
ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa
perincian/penjelasan pendukung;
- Pengeluaran
tanpa dokumen pendukung;
- Pencatatan
yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar;
- Penghancuran,
penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran;
- Kekurangan
barang yang diterima;
- Kemahalan
harga barang yang dibeli;
- Faktur
ganda;
- Penggantian
mutu barang.
Pencegahan dan Pendeteksian Fraud
Dalam mencegah dan
mendeteksi serta menangani fraud
sebenarnya ada beberapa pihak yang terkait: yaitu akuntan (baik sebagai auditor
internal, auditor eksternal, atau auditor forensik) dan manajemen perusahaan.
Peran dan tanggung jawab msaing-masing pihak ini dapat digambarkan sebagai
suatu siklus yang dinamakan Fraud
Deterrence Cycle atau siklus pencegahan fraud seperti gambar dibawah ini. Untuk
melakukan pencegahan, setidaknya ada tiga upaya yang harus dilakukan yaitu (1)
membangun individu yang didalamnya terdapat trust
and openness, mencegah benturan kepentingan, confidential disclosure agreement
dan corporate security contract.
(2) Membangun sistem pendukung kerja yang meliputi sistem yang terintegrasi,
standarisasi kerja, aktifitas control dan sistem rewards and recognition. (3) membangun sistem
monitoring yang didalamnya terkandung control
self sssessment, internal auditor dan eksternal auditor
Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka
mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi
budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.
Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada
dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang
bertujuan untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi
yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.
Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal
diarahkan untuk mendeteksi fraud
sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.
Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor
forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran
dan tingkat kefatalan fraud,
tanpa memandang apakah fraud
itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah
pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau
penyalahgunaan aset.
Peran Internal Auditor
Pendeteksian fraud
oleh auditor internal merupakan salah satu peran dari kegiatan internal auditing yang
dijalankan dalam organisasi. Merujuk pada standar profesi diatas, auditor internal diharuskan
memiliki pengetahuan yang cukup untuk mendeteksi adanya indikasi fraud dalam organisasi.
Auditor
internal bertanggung jawab
dalam mendeteksi fraud yang mungkin telah terjadi sedini mungkin, sebelum
memebawa dampak yang lebih buruk pada organisasi. Pendeteksian tersebut dapat
dilakukan pada saatmenjalankan kegiatan internal
auditing. Pada saat melakukan audit, auditor internal dapat
memfokuskan diri pada area-area yang memeiliki risiko tinggi terjadinya fraud
seperti transaski kas, rekonsiliasi bank, proses pengadaan, penjualan, dll.
Jika auditor
internal menemukan suatu indikasi terjadinya fraud
dalam organisasi, auditor
internal harus melaporkannya kepada pihak-pihak terkait dalam
organsiasi tersebut, seperti audit
committee. Auditor internal dapat memberikan rekomendasi
dilakukannya investigasi yang diperlukan untuk menyelidiki fraud tersebut.
Dalam sektor
publik. Auditor internal
dapat dilakukan oleh inspektorat di masing-masing department dan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (“BPKP”) berdasarkan permintaan dari
pemerintah. Teknis dan proses auditnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan
di sektor swasta.
Peran Eksternal Auditor
Dalam melaksanakan
tanggung jawab profesionalnya seorang auditor eksternal dibatasi oleh
standar-standar auditing yang berlaku. Tanggung jawab auditor sehubungan dengan
fraud dijelaskan secara umum dalam SA seksi 110 – Tanggung jawab dan fungsi
auditor independen paragraph 02: “Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan
dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah
laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh
kekeliruan atau kecurangan”.
Apabila dibutuhkan
auditor dapat berkonsultasi dengan penasehat hukum dan melakukan prosedur audit
tambahan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sifat pelanggaran
yang terjadi. Terungkapanya fraud,
yang berdampak pada denda dan kerugian, harus diungkapakan dalam catatan atas
laporan keungan. Lebih jauh lagi, bila fraud
yang terjadi sangat material dan bisa mempengaruhi kewajaran laporan keuangan,
maka auditor tidak dapat memberikan opini “wajar tanpa pengecualian”.
Pada sektor
public, yang menjadi auditor eksternal adalah Badan Pemerika keuangan (“BPK”)
berdasarkan UU No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan Negara. Dalam UU ini diatur bahwa BPK melaksanakan pemeriksaaan
atas pengelolaan dan tanggung jawab keungan Negara. Pemeriksaan tersebut
terdiri dari pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu.
Ada empat jenis atau kategori fraud yang paling
sering menimpa perusahaan-perusahaan (kecil maupun besar) di seluruh dunia.
1.
Pencurian Data (Data Fraud)
Para pelaku pencurian data (data
fraud) menyasar usaha kecil untuk mencuri data-data sensitive—misalnya: data
yang terkait dengan kartu kredit pelanggan.
Bagaimana
perusahaan dapat melindungi diri dari pencurian data?
- 76% menggunakan dan secara teratur
memperbarui perangkat lunak antivirus
- 76% membatasi akses fisik ke
data pemegang kartu
- 64% mengembangkan dan memelihara
sistem dan aplikasi pengaman khusus
- 46% mengenkripsi transmisi data
pemegang kartu saat melewati jaringan publik/terbuka
- 43% melacak dan memantau semua
akses ke sumber daya jaringan dan data pemegang kartu secara terus menerus.
2.
Penggelapan (Embezzlement)
Pelaku penggelapan (biasanya
pegawai) dengan sengaja menjadikan perusahaan tempatnya bekerja sebagai sasaran
untuk maksud memperkaya diri sendiri.
Lebih dari 80% dari kasus
penggelapan yang dilakukan oleh baik individu maupun kelompok, terjadi dalam
satu diantara enam departemen berikut: Bagian Akunting, Customer Service,
Eksekutif/Manajemen, Operasional, Pembelian dan Penjualan.
Bagaimana
perusahaan dapat melindungi dari dari tindak penggelapan?
- 52% – Melakukan
audit eksternal terhadap Laporan Keuangan
- 41% – Membuat dan
menetapkan kode etik karyawan
- 33% – Melakukan manajemen
sertifikasi atas Laporan Keuangan
- 31% – Melakukan
penelaahan Manajemen keuangan dan karyawan
- 19% –
Mengembangkan program dukungan karyawan
- 16% – Memberikan
pelatihan mengenai fraud bagi manajemen/eksekutif
- 15% – Menyediakan
tips anti-fraud secara online bagi karyawan
- 13% – Memberikan
pelatihan anti-fraud bagi karyawan
- 11% – Melakukan
audit internal secara mendadak
- 3% – Menyediakan
hadiah bagi pelapor tindak penggelapan.
3.
Penipuan Atas Jasa Perbankan Online (Online Banking)
Pelaku penipuan rekening bank
online seringkali menyasar usaha kecil.
Bagaimana
perusahaan dapat melindungi diri dari penipuan perbankan online?
- 78% melakukan rekonsiliasi
rekening bank pada setiap akhir bulan.
- 55% melakukan evaluasi dan
persetujuan yang cermat atas seluruh transaksi kas keluar
- 49% menempatkan lebih lebih dari
satu orang untuk mengendalikan akun
- 26% menggunakan komputer khusus
yang didedikasikan untuk online banking
- 16% mengembangkan pendidikan
pencegahan fraud bagi karyawan
4.
Penipuan/penggelapan Atas Cek
Pelaku memanipulasi cek untuk
mencuri dana dari rekening milik perusahaan.
Penipuan cek yang dialami oleh
perusahaan biasanya terkait erat dengan tindak penggelapan (oleh pegawai) atau
penipuan online banking. Menurut sebuah penelitian mengenai tingkat kepercayaan
publik terhadap jasa perbankan baru-baru ini (2011), 75% dari mereka yang menjadi
korban penipuan menyebutkan tentang penipuan online. Lebih dari sepertiga dari
kasus-kasus ini adalah hasil dari penipuan atas cek (check fraud). 45% kasus
penipuan yang menimpa bisnis besar dan kecil berupa penipuan atas cek. 30% dari
kasus penipuan yang dilakukan di tempat kerja (terjadi pada usaha yang memiliki
kurang dari 100 karyawan)—dengan salah satu kasus penipuan yang paling umum
adalah penipuan atas cek.
Bagaimana
perusahaan dapat melindungi diri dari penipuan atas cek?
Banyak langkah pencegahan yang
ampuh untuk melindungi diri dari penipuan perbankan online, JUGA ampuh untuk
melindungi diri terhadap penipuan cek. Selain saran-saran yang telah ditawarkan
di atas, berikut adalah langkah lain yang bisa diambil perusahaan untuk
memastikan mereka benar-benar aman dari tindak kejahatan penipuan (fraud):
·
- Pastikan cek
memiliki fitur keamanan yang cukup. Misalnya: dengan menggunakan alat
pemeriksaan keamanan berteknologi tinggi. Disampiang dapat mencegah, jikapun
tetap terjadi perusahaan dapat menunjukkan itu kepada pihak bank sebagai bukti
bahwa perusahaan telah mengambil langkah-langkah pencegahan secara
sungguh-sungguh.
- Memaksimalkan
usaha-usaha agar perusahaan menerapkan metode (cara) administrasi yang
aman—dengan mengimplementasikan ‘Sistim Pengendalian Intern (SPI)’ secara ketat
di seluruh bagian dan tingkatan operasional perusahaan. Misalnya: pemisahan
fungsi antar staff akuntansi dengan jelas dan tegas.
- Hancurkan semua
buku cek kosong dari rekening bank yang tidak aktif (telah ditutup) sesegera
mungkin.
- Gunakan fitur
layanan membayar tententu untuk mencegah adanya kliring rekening atas cek tidak
sah.
- Baca dengan
seksama kontrak perjanjian dengan pihak bank untuk memahami hak dan kewajiban
jika suatu saat nanti perusahaan mengalami kerugiana akibat tindak penipuan
dari pihak lain.
- Periksa buku cek
baru begitu diterima dari bank. Simpan buku cek yang belum dipakai di tempat
yang sungguh-sungguh aman, dalam kondisi terkunci. Jika buku cek diterima dalam
keadaan tersegel, jangan buka segel sampai cek dipakai.
- Selalu jaga
keamanan buku cek dan slip (formulir bank) yang tidak terpakai atau dibatalkan,
stempel perusahaan dan stempel tandatangan (jika memakai), dengan menyimpannya
di tempat yang terkunci—hanya bisa diakses oleh orang yang diberi wewenang.
Source:
http://jurnalakuntansikeuangan.com/2011/06/jenis-jenis-fraud-penipuan-dan-cara-mencegahannya/